Masfuri’s Weblog

Let’s we write ….

Dokter Pintar & Perawat Baik untuk Rakyat: Sebuah outokritik?

Tulisan ini bukan pembelaan perawat, ini hanya bangian kecil dari renungan saya sebagai perawat yang bekerja bersama dokter. Saya sangat senang ide akan praktek mandiri perawat dan membangun sinergi kebersamaan antara perawat dan tim kesehatan lain mendapat respon sangat banyak dari saudara kita.

 

Pertama saya katakana bahwa terima kasih anda para dokter telah memberi masukan atas kinerja para rekan kami perawat, terutama yang bekerja bersama anda. Banyak dari mereka memeng membutuhkan up grade atas ilmunya, karena mereka bahkan hingga menjelang pension mungkin belum pernah mendapatkan pelatihan atau seminar. Dana dari atas mungkin ada, tetapi peruntukanya mungkin di ‘pelintir’ untuk kepentingan lain oleh oknum-oknum yang tidak mengerti betapa pentingnya perawat bagi sebuah tim kesehatan yang efektif untuk anak bangsa. Feedback anda sangat membantu saya untuk berkaca dan membuat mata saya berkaca-kaca karena sedih, betapa  banyak rekan perawat saya belum bisa secara optimal bekerja.

 

Perawat telah mencoba memperbaiki kompetensinya dengan salah satu caranya adalah meningkatkan level pendidikan. Pendidikan D3 keperawatan hingga S3 diharapkan bisa menjadi partner untuk menyelesaikan masalah pasien yang semakin komplek dari sudut pandang yang seorang perawat. Selama ini, banyak sekali ketimpangan antara dokter dengan pendidikan minimal 6 tahun di tingkat universitas, sementara banyak dari kami yang lulus hanya SPK, kemudian D3 keperawatan. Sehingga wajar bahwa mereka secara pola pikir dan analisis berbeda atau bahkan ketinggalan dengan dokter.   Sayangnya, pertumbuhan jumlah perawat yang baik dan pintar tidak secepat membalikan telapak tangan. Dengan tingkat analisa dan berpikir kritis yang setara, namun dari sudut pandang yang berbeda, diharapkan akan terjadi harmoni kerja yang lebih baik dalam menentukan tindakan untuk pasien. Seperti dinegara Eropa dan Australia dimana saya pernah belajar disana, banyak sekali keputusan untuk pasien adalah hasil diskusi bersama antara perawat, dokter dan profesi lain seperti farmasi dan fisioterapi. Kami sangat berterima kasih bila demi kepentingan pasien, anda memotivasi rekan kami perawat untuk belajar lebih baik tentang pekerjaan dan tanggung jawab mereka.

 

Pengalaman diskusi untuk menentukan tindakan/pengobatan pasien selama saya praktek dengan PPDS termasuk chief-nya sering sekali terjadi. Dokter yang akan visite pasien memanggil saya untuk menjelaskan perkembangan pasien selama dia tidak ditempat. Saya jelaskan perkembangan pasienya dengan mendetail (bukan hanya tekanan darah, nadi dan suhu saja seperti banyak perawat lain melakukan). Kemudian dokter menyampaikan rencananya ke saya, sebelum ditulis ia meminta pendapat kepada saya apakah ada yang tidak setuju, perlu ditambah atau di kurangi? Kemudian saya memberi pendapat sesuai dengan apa yang saya lihat, analisa sesuai dengan patofisiologi dan pengetahuan tentang obat dan pengalaman merawat pasien. Kadang saya langsung setuju, namun tidak jarang saya meminta dokter untuk menambah atau mengurangi atau mengganti atau menunda program untuk pasien dan itu diterima oleh dia. Bila pun tidak diterima, dokter yang baik ini akan menjelaskan alasan dari sisi profesinya. Setelah itu, program harian pasien di buat secara tertulis untuk dilaksanakan.  Bahkan saat ini, di rumah sakit yang telah maju kerjasaman timnya  atau di unit tertentu, pemulangan pasien adalah hasil diskusi bersama antar profesi, sebut saja dokter, perawat dan atau pisioterapi.

 

 

Disamping dokter pinter dan baik serta berfokus pada kepentingan pasien, ada juga dokter yang hanya merasa pinter tetapi sejujurnya tidak sepintar yang dia rasakan. Dokter yang merasa bisa, bukan dokter yang bisa merasa kelebihan dan kekuranganya. Banyak pengalaman yang saya rasakan dengan tipe dokter seperti ini. Misalnya, pada suatu hari terjadi henti nafas/jantung pada seorang pasien, disitu terdapat banyak D muda, D sedang belajar spesialis dan mahasiswa perawat. Semua yang saya lihat pada saat mendengar ada teman saya minta bantuan untuk membantu RJP  hanya bingung. Saya langsung mengambil langkah penyelamatan untuk menolong pasien tersebut. Ini adalah kali pertama saya akan menolong RJP setelah saya mendapatkan pelatihan BLS, tidak tangung tanggung, langsung menjadi leader. Selanjutnya saya bergerak untuk mulai melakukan RJP sambil menginstruksikan teman perawat lain untuk mengambil monitor EKG, oksigen, suction, set intubasi, pasang infus dll. Selama itu, mereka hanya menonton, mengelilingi pasien, tidak terlihat intuisinya untuk mulai menolong tim yang sedang pontang-panting mencoba menyelamatkan kehidupan. Hanya satu orang dokter wanita yang terlihat mengerti apa yang harus mereka lakukan. Dokter tersebut bersama teman saya mencoba memberikan obat-obat via infus bersama teman saya (atrophin, epineprin dll). Ketika set intubasi datang, saya langsung menentukan ukuran yang tepat untuk pasien, mencoba mengetes cuf-nya baik apa tidak dan meminta salah satu PPDS untuk melakukan intubasi. Ketika ia terlihat ragu, saya coba menjelaskan caranya sebisa saya (saya merasa bisa melakukanya, tetapi saya tetap menghormati dokter yang ada di sebelah saya). Ketika selang bisa masuk, saya lihat seorang D yang mengalungkan stetoskop di lehernya tidak berusaha membantu dokter yang sedang intubasi untuk mementukan letak selang. Saya secara instink langsung mengambil stetoskop yang dijadikan ’dasi’ bersama jas D tersebut. Secepatnya saya auskultasi simetrisitas bunyi nafas, dengan sekali instruksi tarik dan masukan sedikit lagi kepada dokter yang intubasi, posisi terbaik bisa di capai saat itu dan kemudian di fiksasi. Setelah beres dengan urusan airway, saya minta dokter-dokter muda untuk mulai belajar melakukan kompresi jantung luar dengan arahan saya, juga bagaimana memegang ambu bag yang benar, karena saya lihat perawat disitu sudah kelelahan. Alkhamdulillah, akhirnya nyawa pasien tersebut dengan izin-Nya dapat diselamatkan hari itu.

 

Kisah lain adalah saat saya berada di rumah sakit rujukan propinsi, kebetulan saya diminta mejadi trainer di rumah sakit tersebut. Pada saat saya lihat seorang pasien yang sedang sesak dengan oksigen nasal kanul terpasang, posisi tidur datar, saya melihat ada sesuatu yang aneh pada keadaan tersebut. Saya mengambil stetoskop dan saya dengarkan suara paru. Ehm, suara mengi (wheezeeng). Langsung saya tanya pasienya, apakah punya penyakit asthma? Ia mengangguk. Sebagai pembimbing saya panggil perawat disitu, saya minta mereka mendengarkan suara yang ada di stetoskop dan meminta pendapat mereka tentang apa yang ia dengar dan apa artinya? Mereka teringat dengan rekaman suara CD yang saya perdengarkan sewaktu dikelas. Dengan kurang yakin perawat tersebut megatakan ”mengi, asthma ya pak?”, saya katakan ”betul!”. Dan kemudian saya ajarkan kepada perawat tersebut cara menyampaikan hasil observasinya dengan baik kepada dokter yang merawat agar dia tidak tersinggung dan perawat itu tidak dianggap sok tahu. D yang sedang asih ngobrol datang tergopoh-gopoh ke pasien sambil mengatakan ”Akh masa, tadi saya auskultasi tidak terdengar apa-apa kok, masa iya asthma?” Saya pindak ke tempat lain untuk observasi perawat lain. Setengah jam kemudian saya balik ke tempat pasien ’asthma’ tadi. Ternyata sudah tidak ada, saya tanyakan kepada perawat yang merawat pasien tadi, ia katakan sudah pulang karena sesaknya sudah hilang, dengan ekspresi bahagia. Pada matanya tergambar kepuasan dan kebahagiaan, pasien yang sudah 2 jam tidak terdiagnosa akhirnya pulang. Perawat tadi sepertinya ingin mengatakan kepada saya ”Yes!, sekarang aku sudah bisa asukultasi paru.”

 

Masih banyak cerita-cerita lain, betapa pasien diuntungkan bila perawatnya pinter. Kenapa ada sebagian (kecil?)dokter tidak bahagia dengan perawat yang pinter? Ingat, kami bukan saingan anda, bersainglah dengan sesama profesinya, kalau itu baik bagi anda. Kami tentu juga bukan musuh anda, musuh kami adalah gizi buruk, TBC, diare, cross infection dan lain lain. Untuk itu kami pasti tidak akan pernah merasa anda para dokter menjadi musuh yang bisa lebih baik jika hanya dijelek-jelakan. Pernahkan terbayangkan betapa banyak pasien dikorbankan akibat kelalaian sebuah tim kesehatan yang tidak optimal dalam bekerja? Bukankah tujuan dari ilmu kedokteran, kedokteran apapun dan dari manapun itu adalah untuk kebaikan umat manusia?

 

Banyak sekali kisah perawat tidak pinter, tidak sedikit pula kisah D yang hanya sok pinter saja, apalagi dengan banyaknya fakultas kedokteran swasta. Akh, kenapa kita ribut urusan tersebut? Mari kita perbaiki apa yang bisa kita perbaiki, setuju? Siapa yang berbuat baik, sesungguhnya Alloh dan Rosul-Nya akan menjadi saksi atas amalan tersebut, itulah kata ustadz yang membuat saya berusaha tidak tengok kanan dan kiri dalam berbuat yang terbaik untuk sesama.

 

Tulisan ini dibuat untuk merespon beberapa tanggapan tentang beberapa tulisan saya di blog ini. Bila mau jujur, pada saat saya bekerja di ruang gawat darurat, berapa banyak pengalaman saya menerima rujukan dengan diagnosa kurang tepat, tindakan/pengobatan yang kurang memberi manfaat dari para D yang merujuk. Anggapan itu tentunya saya katakan setelah mendapat pembenaran dari rekan dokter. Banyak kisah juga di ruang operasi, bagaimana mereka mencari celah agar ”selamat” dari ”miss or near miss”  atas tindakan yang dilakukan mereka. Dilain pihak, saat mereka kuliah, berapa harga yang harus ditanggung masyarakat akibat kesalahan atau percobaan para D/calon D. Meminjam istilah judul film Holiwood, bisa dikatakan bahwa “I know what you did last summer” Terlepas dari itu semua, yang saya yakini, mereka telah berbuat dengan kemampuan terbaik mereka, jika masih belum benar, saya berprasangka bahwa lain waktu mereka bisa lebih baik. Marilah kekurangan  diri kita dan orang lain diperbaiki, buka dicemooh.

 

Lihatlah di luar tempurung, wow, ternyata bulan itu sangat indah!

 

Salam dari Netherland

October 29, 2008 - Posted by | Opinion

5 Comments »

  1. BAGUS TUH PENDAPATNYA, KENAPA GAK ADA DOKTER YANG NANGGAPI YAAA? SAYA SEBAGAI PERAWAT MERASA TERSINGUNG JUGA DENGAN PENDAPAT MEREKA DI TULISAN “MEMBANGUNG SINERGI..” DAN “PRAKTEK MANDIRI…” TKB BAP MASFURI

    Comment by prawat | November 4, 2008 | Reply

  2. Tulisan yang langka, berani!. Berhasil membuka wawasan yang selama ini mungkin terkukung oleh dominasi sebuah profesi. Sebuah pencerahan bahwa tenaga kesehatan perlu benar-benar ber’sinergi’ demi pasien dan sistem kesehatan di negeri ini. Ada kesan sinisme, mudah-mudahan tidak banyak menyinggung perasaan. Walaupun dapat dipahami, mungkin inilah sebuah ‘awal’ dari klimaks yang sering terjadi keseharian selama menjalani profesi keperawatan.. TK Masfuri.. kita tunggu tulisan lainnya.

    Comment by santi | November 4, 2008 | Reply

  3. tulisan yang sangat briliant dan merupakan jawaban kritik yang profesional… kenapa tidak di muat dalam jurnal or surat kabar… biar wawasan pembaca meningkat.

    sukses pak furi, ditunggu tulisan2 lainnya

    Comment by ida | November 30, 2008 | Reply

  4. subhanallah pak masfuri… benar2 kembali menyadarkan saya untuk tetap mengupdate ilmu, tidak hanya terlarut dalam rutinitas…

    ditunggu tulisan dan ide briliant berikutnya pak…

    Comment by linakeren | September 23, 2010 | Reply

  5. Ia bener tuh,banyak juga dr ya so’tau, n pernah salah, saya jg pernah mengalami hal yg demikian, qt sbg perawat d kota tasik, palagi qt perawat baru, merasa d perbudak oleh mereka, pdahal dr juga manusia, ada salah’y jg kan.? Knp gliran qt yg salah dkt aja, ko d bentak2 d cela tanpa ampun. Giliran mereka salah, apa kita pernah bentak,? Engga kan.? Huuh,, maju trus perawat indonesia, tunjukan pekerjaan qt adalah suatu profesi, yg jelas keilmuannya..!

    Comment by Ahmad | March 20, 2011 | Reply


Leave a comment